Ribuan Buruh dari Kabupaten Bandung Barat dan Cimahi padat Sepanjang jalan,untuk melakukan aksi ke Gubernur di Halaman Gedung Sate.


RUANGJABAR-Ribuan buruh Bandung Raya mulai bergerak dari berbagai titik menuju Gedung Sate , Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (29/11/2023). Buruh akan Bergerak ke Gedung Sate untuk menuntut kenaikan upah layak 2024.
di beberapa titik ruas jalan di Bandung , Kab Bandung Barat juga Kab Bandung, buruh mulai melakukan perjalanan atau konvoi dari Cimahi, Rancaekek, Katapang, dan beberapa daerah lainnya sekitar Bandung Raya.
Ribuan buruh bergerak menggunakan sepeda motor. Konvoi buruh juga menyebabkan perjalanan tersendat, akibat banyaknya buruh yang melintas. Aparat keamanan sudah melakukan pengamanan dan pengawalan.
Menurut Ketua KSPSI Jawa Barat, Roy Jinto, kemacetan di jalanan tak bisa dihindari karena banyaknya buruh yang turun ikut aksi. Dia menyapikan permohonan maaf pada masyarakat terganggu atas jalan jalan terkena imbas macet,Memperkirakan ada puluhan ribu buruh yang akan bergabung di Gedung Sate.
Menurut dia, ada tiga tuntutan pada aksi kali ini. Pertama, tolak penetapan upah minimum memakai formula PP 51 Tahun 2023. Kedua, tetapkan UMK tahun 2024 sesuai rekomendasi Bupati/wali kota, dan ketiga tetapkan upah pekerja buruh dengan masa kerja 1 tahun keatas.
Sebelumnya, buruh menolak penetapan upah minimum baik UMP maupun UMK menggunakan formula PP 51 Tahun 2023. PP tersebut dinilai sangat merugikan kaum buruh. Karena sudah dipastikan kenaikan upah minimum hanya Rp70 ribu dan UMK diperkirakan hanya Rp30 ribuan.
“Sedangkan PNS naik upah 8% dan pensiunan naik 12% ini kebijakan yang sangat tidak adil bagi kaum buruh,” tegas Roy.
Buruh menolak formula perhitungan penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP No 51 Tahun 2023 karena sangat merugikan. Pada aturan tersebut, mengatur adanya batas atas dan batas bawah dan juga simbol a (Alfa) sebagaimana pasal 26 PP 51 Tahun 2023.
Di mana apabila upah minimum yang berjalan sudah diatas rata-rata konsumsi, maka upah minimum tahun 2024 hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi.
“Dua rumus formula yang tertuang dalam PP tersebut menimbulkan diskriminasi kenaikan upah minimum, dimana sebagian daerah dengan upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi dikali alfa,” katanya. Red.Harri (Utha)
